Malam ini, 18 Agustus 2018. Persis di salah satu sudut kota Atambua,
beberapa rekan sedang memperbincangkan Joni. Pelajar SLTP yang dalam waktu 24
jam sedang merebut perhatian dan hati publik di Indonesia. Mulai dari Presiden,
Menteri, pejabat sipil, Militer, pilot,
pramugari, lebih-lebih Ibu rumah tangga, kalangan pemuda, dunia maya pun viral.
Siapa Joni?, Johanis Gama, anak SMP yang berani memanjat tiang bendera setinggi 22 meter di Upacara Bendera memperingati HUT ke-73 Republik Indonesia di Pantai Motaain, Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu; jaraknya kurang lebih 1 km dari Timor Leste .
Anak ini terlihat biasa saja, tapi peduli dengan tanah air. Bendera
adalah lambang negara. Simbol yang mengikat tali rasa kebangsaan rakyat
Indonesia, siapapun kita, dimana saja berada, berdiri tegak lurus memberi
hormat, karena bendera Merah Putih yang berkibar-kibar itu; tiangnya ditanam
diatas jasad para pahlawan dan anak negeri yang pernah membela, dengan jiwa,
tenaga, darah, air mata dan nyawa.
Kisah yang bisa ditonton di https://www.youtube.com/watch?v=51ijOhTDgYg.
Aksi heroik luar biasa, memberi ingatan kepada masyarakat di Bangsa ini, bahwa
urusan kemerdekaan yang memberi jalan kepada penyelesaain soal-soal memang
belumlah selesai.. akan tetapi itu sama sekali tidak membuat anak bangsa
berpikir untuk surut langkahnya untuk membangun dengan lebih sungguh kepada
baktinya buat tanah air, apalagi pergi meninggalkan pertiwi ini.
18 Agustus 2018, persis di peringatan Hari Konstitusi ; ketika di 73
tahun yang lalu, Ir. Soekarno- Hatta dan pendiri bangsa lainnya, giat menyusun
Undang-Undang dasar 1945, semua mereka telah memberi yang terbaik yang pernah
mereka miliki. Semua ditujukan kepada Bangsa Indonesia agar dijalankan diatas
dasar konstitusi itu.
Elly Bria, seorang sobatku berujar begini; Joni, yang dari Timur Indonesia
itu telah memberi pelajaran penting; bahwasanya ditengah hiruk pikuknya situasi
politik, gemuruh pemilu kepala daerah serentak yang baru saja usai, urusan
ekonomi yang masih butuh kerja keras, rupiah yang masih bertengger di angka 14
ribu, Joni memberi pelajaran tanpa kata-kata. Dia hanya melangkah keluar dari
barisan dan menuju tiang bendera, langsung memanjatnya begitu saja, berjuang
sendiri tanpa sempat ada yag membantu atau menahannya, karena dia masih
anak-anak; joni yang polos itu lalu berhasil meraih ujung tali bendera yang
tersangkut, menyisipkannya dalam mulutnya, apa adanya.
Barangkali Joni mau bilang kepada kita semua, bahwa dimasa sekarang
ini, perbuatan kebangsaaan mestinya jauh lebih penting untuk membangun bangsa.
Kerjakankanlah itu semua dengan berdasarkan kepada konstitusi, dan bukan atas
dasar kehendak sekelompok orang, segelintir kepentingan yang bermain-main
dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 yang tertuang secara jelas dalam
Pembukaan UUD 1945, yang hari ini diperingati kelahirannya. “Hidup berbangsa
dalam koridor konstitusi, menjalankan Pemerintahan sesuai Konstitusi adalah jalan
lurus ketatanegaraan!, begitu Hj. Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-5
Indonesia, pernah tegas menyatakan itu.
Joni pastinya tidak pernah tau, siapa itu kaum sumbu pendek, siapa mereka yang gigih menebar radikalisme dan akrobasi intoleransi di tanah air. Tapi cara joni memanjat tiang bendera, sepenuh hati agar sang Merah Putih harus tetap berkibar-kibar di angkasa raya Indonesia, dari bumi perbatasan Belu – Timor Leste.
Joni, terima kasih telah memberi kewarasan baru kepadaku, bahwa
perbuatan besarmu adalah pengajaran sederhana yang hari ini dan dimasa depan akan
selalu dikenang. Jika hari ini dan seterusnya, ada pujian dan hadiah; itu setimpal
dengan caramu bertarung ditiang bendera, tanpa memikirkan apa akibatnya. Meski
masih jauh untuk berpikir, apa tugasmu buat negara dan bangsa. Caramu berjuang
di atas tiang bendera adalah jalan iklhas untuk menyatukan dan memperkuat tali rasa kebangsaan sesama anak
bangsa.