Friday, March 23, 2018

Apapun Perbedaan, Jagalah Persatuan !

Dalam butuh; menyambut perayaan Hari Ulang Tahun Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang ke-64, 23 Maret tahun 2018. Sebagaimana amanat Bung Karno kepada GMNI agar setia kepada panggilannya yakni mengabdi kepada bangsa dengan tetap teguh sebagai Pejuang Pemikir, Pemikir Pejuang.

Di rumah GMNI, Marhaenisme dijaga, dididikkan kepada anak-anaknya, dipelihara agar tetap langgeng dalam dialektika sejarah perkembangan bangsa Indonesia, yang dari masa ke masa terus melahirkan kader bangsa yang setia mengabdi kepada ibu pertiwi, dimanapun itu ladang tempat bekerja.
Hasil didikan itu akan bermuara pada kapasitas kader yang memiliki Kualitas Pikir, Kualitas Moral, Kualitas Kerja dan Kualitas Pengabdian. Tetap menjaga tabiat dan adabnya Persatuan, karena hal itu menjadi syarat mutlak untuk membuktikan perkataan “bersatu karena kuat dan kuat karena bersatu”. Begitulah sejatinya seorang marhaenis punya kelakuan.

“Keluarga Agung” itu adalah dua diksi yang memang dengan sadar digunakan untuk memperkuat tali rasa kemanusiaan. Itu hasil sebuah  hasil didikan, sebagai konsekwesi dari proses kaderisasi yang berlangsung, formal maupun swadidik. Jalan musyawarah untuk mufakat pun merupakan bagian dari cara menata perilaku, karena semua hanya tentang nilai-nilai.

Di lapangan kehidupan, anak-anak diuji cara berpikirnya, tutur kata sampai kepada tindakannya. Bahwa indikator utamanya bukan sekedar seorang kader GMNI itu sukses secara politik, atau menjadi berkelimpahan atas nama material, atau apapun itu yang dipakai untuk mengukur kapasitas seorang kader. Ujian yang paling berat adalah bagaimana konsistensi kepada nilai-nilai kebangsaan; bahwa mengandalkan kualitas pikir saja belum cukup, mesti dibimbing oleh Kualitas moral. Itupun belum selesai, masih dibutuhkan kualitas  kerja kepada kebaikan kaum marhaen. Muara dari semua kualitas itu akan membangun sejatinya kualitas pengabdian.

Sebagai bagian dari kandungan anak zaman; empat kapasitas yang harus dikenakan oleh kader GMNI adalah wajib hukumnya. Karena itulah yang membedakan kader GMNI dengan petani, nelayan, buruh, tukang, guru, dan kaum marhaen, kaum melarat lain-lainnya. Kaum kecil tidak butuh pemikiran besar, tapi mereka bisa saja punya moralitas atas tugas kehidupan yang dijalaninya, mereka bekerja saja tanpa tahu, apakah itu berkualitas atau tidak?, tetapi mereka setia mengabdi untuk menjalani kehidupannya.

Kita telah belajar dari kehidupan kaum kecil, sering terlihat sisi suramnya, tetapi bukankah mereka lebih memiliki keinsyafan untuk tetap setia mengabdi mempertahankan hidup, melahirkan, memdidik serta membesarkan generasi anak bangsa. Kita tidak bisa menyangkalnya, karena sebagian besar kita berasal dari sana.
Pilihan untuk mengadi di jalan dan ladang yang berbeda, pilihan sikap politk yang berbeda, situasi ekonomi berbeda, bolehlah itu semua berbeda. Semua berbeda dengan satu tujuan, satu  buat semua, semua buat semua, semua untuk satu tujuan, Indonesia yang sejatinya Merdeka.

JASMERAH, 1966. S
ukarno menyerukan bahwa; Terlepas dari perbedaan apapun, jagalah Persatuan. Jagalah kesatuan, jagalah keutuhan persatuan.  Persatuan merupakan kunci keutuhan suatu bangsa, kunci kelangsungan suatu bangsa, kunci terlaksananya pembangunan suatu bangsa.

Jalan persatuan yang GMNI pilih membuat kita seolah-olah wajib untuk memiliki kewarasan terhadap sebuah Kesabaran Revolusioner; yang karena alasan itu, membuat kita “Tidak Sampai Hati” merobek semangat persatuan, apalagi menodainya dengan kelakuan yang tidak elok, menabrak tata karma dalam adabnya sebuah keluarga.

Yang sudah terjadi, biarlah berlalu. Anggap saja, kerumitan dan kerisauan yang terjadi itu adalah ulangan sejarah kelam dari perilaku cerai berai, ujian berat yang mesti disikapi dengan lapang dada. Bahwa semua jalan terjal dalam menjaga persatuan dan komitmen sebagai keluarga kaum nasionalis itu, kita anggap sebagai riaknya arus dalam gelombang revolusi, pula sebagai jalan pemurnian terhadap cita-cita Keluarga Agung GMNI. 

Dirgahayu GMNI ke-64!, betapapun; saya selalu bersyukur telah bertemu dengan semua kalian; yang dengan kesadaran utuh, sepenuh hati saya sebut sebagai ‘Kakak dan Adik”, satu keluarga kepada semua anak-anaknya, dan semua anak-anaknya untuk satu kepentingan bangsa dan tanah air.

Apapun perbedaan, jagalah persatuan; hingga akhir menutup mata.


Eng di Atambua, 23 Maret 2018

PrivateSchollExam

How To Recondition Old Batteries And Save $$$"

Quicky & Easily to Learn Anatomy and Physiology