Indonesia-KTP sejatinya adalah kartu identitas diri
seorang warga Negara Indonesia, yang berisi detail seluruh data pemegang hak
akses atas kartu dimaksud. Bisa pakai sensor mata dan atau jempol, atau sensor
muka hasil temuan anak negeri. Begitu diakses, seluruh data digital seorang
warga negara langsung terlihat, mulai dari tanggal lahir, alamat, golongan
darah, status pekerjaan, status pernikahan, sebagaimana yang tertera pada
lembar fisik KTP yang selama ini berlaku. Bedanya, E-KTP Ideal, tidak lagi mencantumkan
keterangan sedetail itu. Pada fisik kartu hanya empat informasi data saja.
Data yang pertama adalah nama lengkap pemegang
I-KTP, kedua data Alamat, data ketiga berupa sederetan angka kombinasi nomor
yang adalah ID warga Negara, itu boleh NIK atau Nomor Identitas Warga Negara
ditambah format baru,
dan data keempat adalah nomor kartu keluarga,
sehingga bisa disinkronkan dengan data jumlah Keluarga di Indonesia. Data yang
lain pergi kemana? tidak hilang kok, karena tersimpan dalam bentuk file yang
bisa diakses dengan software pada mesin tertentu. Mengenai mesin pembaca data
I-KTP, pembaca bayangkan saja seperti model operasi kartu ATM, bisa diakses
dengan paswordnya, dan sajian data terlihat di monitor seperti layar televisi.
Terus bagaimana dengan urusan anak-anak yang belum
bisa pakai I-KTP. Mereka tetap bisa menggunakan I-KTP, tetapi belum dapat
diaktifkan beberapa fitur sebelum berusia 17 tahun sebagaimana yang disyaratkan
aturan perundangan. Yang tercantum dalam I-KTP anak-anak adalah nomor kartu
keluarga, yang mudah dilacak keberadaannya dari nomor seri yang tercantum pada
I-KTP dimaksud. Jadi, jika orangtua menghendaki adanya pembatasan akses
anak-anak terhadap konten-konten larangan, itu bisa dicegah sejak dini, karena
memiliki akun di facebook atau akun media social lainnya mesti terdeteksi lewat
I-KTP.
Ini bisa bikin warga Negara lebih waras untuk pakai
otak dan hati dalam menjaga toleransi dan keberagaman berpendapat. Seseorang
pengguna medsos bisa jadi tidak asal bicara dan berpotensi melecehkan sesama
yang orang lewat medsos. Semua kita tidak perlu kelimpungan, buru-buru sibuk
ketika kasus “pembulian” terjadi. Sistim I-KTP akan memudahkan pelacakan pelaku
yang diduga pedofil yang lewat medsos melecehkan anaknya Nafa Urbach; atau bisa
cegah dini chat mesum ala Guru terhadap muridnya.
Itu semua bisa dicegah, karena nomor HP seorang
warga negara terekam dalam data I-KTP bersama dengan alamat dan
sebagainya. Berapapun banyaknya nomor HP yang dikantongi seorang warga. Karena
system pasti menolak jika keliru mengisi salah satu syarat registrasi kartu
perdana. Orang tidak bisa lagi bikin lupa atau sengaja lupa identitas diri,
atau yang paling parah adalah terserah kepada pemilik counter, tempat
kartu perdana dibeli. Pengguna hanya tinggal pakai. Hemat saya, ini kebiasaan
yang sama sekali lalai, maksudnya memudahkan, tetapi faktanya memberi
kelonggaran kepada orang untuk berperilaku “seenaknya”.
Kalau sudah begini, agaknya kegiatan penyadapan
tidak perlu dirisaukan. Semua data SMS, Chat dan macam-macam lainya, bisa
terekam secara digital. Tinggal kapan perlunya, otoritas yang berwajib dapat
meminta untuk dibuka. Itu dimaksudkan untuk tetap menjaga hak pribadi warga
Negara, sepanjang tidak berurusan dengan hukum. Ini dapat mengatasi kerisauan
warga terhadap ulah sebagian orang yang tidak berani tampil dengan identitas
yang sesungguhnya; selamat tinggal akun palsu di medsos.
Bersambung