Sudah barang tentu, setiap warga negara ketika cukup usianya sesuai ketentuan perundangan, wajib mengantongi KTP. Maka, sejumlah aturan lain-pun berlaku kepada seseorang warga tersebut.
Sebagaimana judul diatas, Indonesia-KTP sangat bermanfaat dalam ikut menertibkan pola sikap, tutur kata, perilaku di social media, dan tindakan sehari-hari. Bisa demikian adanya karena, terang saja warga negara bisa dengan cepat diimbuh kesadaran ber’hukum” jika tidak mau punya catatan hukum, atau berupa sesuatu yang melanggar hukum dan terekam rapi dalam I-KTP.
Sebagai Kartu yang dapat menerangkan status Hukum seorang warga negara, I-KTP sudah pasti merupakan data warga Negara berupa informasi rekam jejak seorang warga Negara dalam kaitannya dengan status hukum seorang. ; apakah itu sedang bermasaah atau tidak, yang pasti statusnya bisa segera terupdate jika diakses dimanapun.
Bilamana seseorang terkena persoalan hukum, misalnya harus masuk penjara; maka untuk sementara E-KTP yang bersangkutan dipegang oleh Departemen Hukum dan HAM. Ini demi menjamin hak-haknya yang lain, seperti masih bisa menerima asuransi kesehatan dan dana duka jika meninggal. Sedangkan hak akses ekonomi bisa saja dipotong sampai 50 % karena sebagian hidupnya sudah diurus oleh Negara selama menjalan masa hukuman.
Dengan adanya fasilitas “status Hukum” warga negara di dalam I-KTP, maka sebenarnya pekerjaan pemerintah dan publik bisa lebih ringan. Kontrol pemerintah terhadap akivitas warga bisa lebih tertata dan terjangkau, tidak raba-raba ketika ada persoalan. Apalagi hanya untuk mengetahui jumlah organisasi A sampai Z. Kalau sudah begitu, maka untuk manusia yang jenisnya suka sebar Hoax, isu SARA, fitnah, umurnya sudah pasti tidak bakalan panjang di medsos. Sebabnya, karena setiap warga negara yang punya akun di public, sudah pasti warga yang telah terferifikasi I-KTP-nya untuk bisa menggunakan media social tertentu. Jika tidak diketahui asal-usulnya, sudah barang tentu, seseorang tidak bisa masuk ke forum, atau komunitas tertentu.
Ulah sekelompok orang yang menamakan diri kelompok Saracen faktanya bebas menyebar berita hoax sampai akhirnya tertangkap. Andai saja, system Indonesia-KTP sudah bisa diterapkan; kejadian macam begini tidak perlu terjadi., karena sudah terendus dari awal
Hal seperti ini, lantas tidak sekonyong-konyong memberikan semua area private warga negara kepada negara; tetapi lebih kepada efisiensi penggunaan identitas warga negara yang bisa dipertangungjawabkan.
Toh tanpa begitupun, lihatlah!; jutaan warga dunia maya begitu tanpa beban bikin status tiap saat, nyaris 24 jam tiada henti, (kecuali sedang tidur). Menurut anda, urusan macam mana yang tidak dipublikasikan ke dunia maya?
Negara wajib hadir untuk melindungi kepentingan warganya dari tindakan yang merugikan kepentingan bersama, apalagi kalau sampai merambah ke zona pidana.
Belajar dari pengalaman, yang jadi viral itu jumlahnya kurang lebih sama dengan info tidak benar alias hoax. Celakanya, pembahasan yang bikin habis energy adalah yang di sisi hoaxnya, yang seperti ini sampai kapan selesainya?.
Bagaimana jika berkenaan dengan urusan korupsi? Itu malah lebih mudah lagi, karena tanpa berpolemik dengan urusan penyadapan; bisa diketahui dengan lekas untuk melacak kemana gerangan aliran dana itu. Apalagi KPK lagi giat-gatnya dengan Operasi Tangkap Tangan, sudah barang tentu transaksi di sector perbakan tentu tidak longgar dan bikin siapapun yang ada niat korupsi untuk hitung ulang jika tidak mau bertobat.
Barangkali status hukum warga negara terlihat sepele, tetapi dampaknya bisa jadi besar, karena Pencegahan narkoba, menangkal teroris, dan berbagai macam bentuk kejahatan barangkali bisa ditekan dari hanya dengan mengatur ulang fungsi E-KTP. Belajar dari tilang Camera yang belum satu bulan berjalan di Kota Surabaya, angka kecelakaan langsung menurun. Nampaknya, mendidik bangsa sendiri, perlu juga cara-cara macam begitu.
Manfaat lain, catatan hukum seorang warga Negara terekam dalam E-KTP, polisi tidak perlu capek mengeluarkan surat keterangan kelakuan baik. Cukup dibuat syarat standar dari kepolisian, misalnya jika ada warga yang melanggar hukum, maka diberikan batas toleransi sampai dengan tiga sampai empat kali, sebelum warga benar-benar kehilangan hak atas sejumlah fasilitas yang diberikan oleh Negara melalui I-KTP.
Belajar dari terobosan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara yang menghapus kewajiban kartu kuning dan SKCK untuk tes CPNS tahun 2017, selain hemat juga bisa untuk sementara mengurangi antrian panjang jutaan manusia Indonesia yang mau dapat SKCK atau kartu kuning.
Status Hukum warga negara dalam I-KTP, bisa dengan cepat memperbaiki beberapa perilaku seperti meminimkan Investasi bodong, pencegahan pencucian uang, atau capital flight, akun palsu tidak berlaku, gagalnya penyamaran atas nama apapun itu. Peluang kejahatan dunia maya mungkin saja terjadi lagi, tapi itu harus karena keadaan force mayor, dan bukan karena kelalaian kita sebagai warga negara yang ‘baru dan buru-buru sibuk kasih komen atas kejadian bully dan sebangsanya. Karena di masa depan, kita percaya bahwa ketatnya system yang berlaku di Indonesia sebagai konsekwensi terintegrasinya semua urusan kedalam satu Kartu yang bernama Indonesia-KTP itu.
Bersambung