Friday, May 27, 2011

Malaka.. Mau Laka.. Mal Akan!.. Mau Lama-Lama Kalap

Tabe ba ita bot hotu-hotu, mak hau kneter no k’taek, hodi itakan neon no laran, dale manas tan ita kan rai. Hau horan, ita hotu-hotu hadomi ba moris iha rai Belu, rai moris fatin itakan hotu
Be, ba orans ne’e, tan ema bot mak kaer ukun rai, iha Kabupaten Belu,  iha Provinsi NTT to’o Jakarta Ba…Bodik Ita nia Rai, Ina susun Ama Kole Rai Belu, Ita dale manas, to’o kole, balu to’o di’uk (perdua!),  be hanoin diak-diak, Lia kotu tan Rai Malaka, ita la hamas to’o hahi tian…be to’o wain hira? Lia mak bele halo ita Laka..
Lia nu’u namai nai sia mak hau hadomi, kalu hau boleh fo lian, pertama : hare no rona Presiden SBY niakan dale ba sidang iha Senayan tahun 2007, ema naak Moratorium, atau penundaan pembentukan daerah otonomi karena defisit APBN pada tahun itu, sampai dengan waktu yang tidak ditentukan. Lia politik husi Pak SBY, fo hatene ba ita bahwa, katuas mak kaer lia makaas bodik Malaka bele mekar atau lale. No dalan seluk, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat bele membuka pembahasan tentang Kabupaten Malaka. Be, ita ulun fatun moras tan ita la no ema ida rua tur iha DPR RI. Tan sa nu’u nia, tan bodik Kabupaten ida bele mekar, Keputusannya harus lewat Undang-Undang. Hakes bodik Undang-Undang, itu urusan Presiden no DPR dei nai sia. Sehingga, jika ita rona ema ida rua na’ak ita mekar ona, hau saran sebaiknya ita hakes bahwa “Akan Mekar”.. la sa ida.. kata “Akan” Mekar itu jadi mal untuk kita semua, Mal “Akan”…akan nu’u ne’e, akan nu’u nia, semua masih “akan”..

Tulisan pendek ini adalah apresiasi saya terhadap pendapat sobat-sobat di FB dalam Forum Dukung Kabupaten Malaka, bahwa energi pemikiran yang telah menjadi diskursus kita semua selama ini merupakan sebuah dialektika dari sebuah perjuangan panjang tanpa lelah menuju Kabupaten baru.
Bagi saya, wajah generasi kita, boleh jadi sedikit lebih baik ketika pemikiran-pemikiran yang terungkap dalam share dan debat di forum memberi pembobotan terhadap apa yang akan kita semua kerjakan di masa depan pada kondisi Kabupaten Belu ini mekar ataupun tidak.

Setidaknya kita semua telah belajar bahwa kita berhak menentukan masa depan kita sendiri, tanpa peduli dengan tabiat rivalitas Utara - Selatan yang sering kali mencengangkan kita. Persoalan seperti api dalam sekam, menjadi semacam ideologi terselubung, meresap dan membentuk watak generasi yang hari ini kita lihat. Tapi soin ba, sudahlah, itu generasi masa lalu. Saya sendiri belum begitu  yakin jika generasi kita saat ini sedang berupaya melestarikannya, atau dengan sadar tau dan mau merelakan dirinya ada dalam rivaltas itu.

Rai Belu dengan segala isinya itu satu saja. Tanpa mengurangi semangat teman-teman yang telah menyebut nama Calon Kabupaten Baru dengan sebutan Malaka, saya memilih kata yang lain, Belu Tasimane. Pendekatan yang saya gunakan sederhana saja, kita semua terlahir dan mengenal karakter akar budaya kita sendiri. Ada Tasifeto, ada Tasimane. Orang-orang kita yang hidup di di Tasifeto, manusianya menganut sistem perkawinan patriakat, hal mana kedudukan adat; manusia laki-laki menjadi instrumen utama. Sedangkan di Belu Tasimane, sistem adatnya menganut sistem perkawinan Matrilinear. Hal yang kita tahu bahwa kedudukan adat, perempuan menjadi yang utama. Kedua sistem ini secara prinsip tetap memberi tempat kepada baik itu laki-laki maupun perempuan. Yang bisa saya tebak dari peninggalan ini adalah, barangkali saja leluhur kita membagi secara arif cara mereka hidup dengan menempatkan alam sebagai sumber pendukung utama dalam relasi yang seimbang. Menghormati manusia dan menjaga eksistensi alam semesta. Itu berlaku untuk ema etun, Dawan,Bunaq, Kemak dan lain-lain suku bangsa yang sudah hidup dan bersilaturahmi sejak dulu hingga saat ini. Dalam perkembangannya, berlaku juga satu sisitem lain yakni parental.

Pembaca budiman, saya tidak sedang sengaja membawa kita keluar dari perbincangan tentang Mau Laka, Mal Akan dan Mau lama-lama Lakan… paragrah terakhir tadi, boleh saja tidak ada hubungannya secara organik dari judul tulisan. Yang ingin saya kemukakan adalah, ada baiknya kita mengambil semangat dari cara leluhur kita mengelola manusia dan alam, tempat manusia itu hidup di waktu lalu. Semua kita yang belajar sejarah, tentu tidak bisa mengabaikan begitu saja, kisah tentang betapa mereka di zamannya, mereka bisa pergi jauh sampai ke tanah orang. Kalau masih belum percaya,  fakta nama tempat di kota Kupang, seperti Fatululi, Fatufeto, Fatubesi, dll adalah fakta bahwa mereka bukan jago kandang.

Lantas ada apa dengan generasi kita saat ini? Sejumlah agenda di masa depan sudah barang tentu tidak bisa terlepas dari beberapa fakta dibawah ini :
  1. Model pelayan publik masih belum maksimal jika tidak mau dibilang belum bermutu,
  2. APBD kita masih banyak digunakan untuk mendukung ina ama bin mau alin dalam Birokrasi; untuk diketahui saja jumlah pegawai kita mencapai kurang lebih 7 ribu orang (1,75 %). Apa boleh buat, porsi anggaran masih sekitar 60 -65 persen habis disana. Dibandingkan dengan jumlah rakyat Belu yang hampir menembus angka 400 ribu dan mendapat porsi anggaran 35 – 40 % APBD II.
  3. Pengelolaan sumber daya alam yang Kerusakan alam yang memprihatinkan kita semua ditambah bencana yang terkesan lamban diurus
  4. Politik yang mengandalkan kekuatan modal, sudah begitu pakai acara balas dendam politik lagi
  5. Infrastruktur kita di 24 kecamatan, 208 desa dan kelurahan, mari kita hitung, berapa banyak jalan yang sudah diurus. Atau jika kita ganti pertayaannya, berapa banyak desa yang bisa diakses dengan jalan yang layak pakai, berapa banyak desa yang sudah bisa minum dari air yang bersih, mendapat pelayanan yans memadai.  
  6. Generasi muda kita masih terus berjuang untuk menemukan tempatnya jika tiba gilirannya.
  7. Impian kita semua tentang penyelenggaraan pemerintahan yang  bersih, efektif, jujur dan berpihak kepada renu rakyat.
Faktanya? Tanpa saya ulaspun, teman-teman forum mengetahui secara pasti. berbagai keluhan renu disana-sini, bisa saja membuat kita kalap.

Masih ada lain lagi dan menjadi agenda yang entah sampai kapan selesainya. Bagi kita, cukuplah bagi generasi saat ini, dikenyangkan dengan pengalaman-pengalaman masa kini.
Suatu saat nanti, kita bisa dengan leluasa dan merdeka menunjukkan kepada masyarakat kita bahwa cara kita mengelola daerah kita, jauh lebih baik dari kenyataan yang sekarang kita hadapi.

Soal-soal hidup dan kemasyarakatan di Belu Saat ini, rasa-raranya bisa bikin mau kalap. Tapi apakah begitu? Mau kalap, jawabnya tentu tidak!. Karena kalap bisa merubuhkan kostruksi cara berpikir kita tentang substansi sebuah daerah dimekarkan.

Semua kita tahu, salah satu alasan utama dimekarkannya sebuah kabupaten adalah “pendekatan pelayanan”. Lazimnya, urusan pendekatan dimana-mana memang makan ongkos. Di Belu, kita diurus dengan dengan biaya yang makan ongkos, mudah-mudahan di masa depan, hal semacam ini tidak terjadi lagi.  Karena, model penanganan dengan manajemen sistem yang menurut teman-teman “salah kelola”, sampai dunia kiamatpun akan minim hasilnya.


Lalu ada teman yang masih berkomentar entah guton entah serius, saya tidak tahu. Tapi kalau tidak ada pemekaran, yang masih kuliah mau kerja dimana? Masya Allah, di jaman HP murah meriah begini, masih ada begitu? Yang pasti sobat kita itu sedang bergurau, mengundang rekan-rekan semua untuk meningkatkan bobot percakapan kita.

Semoga, pola pendekatan Bottom Up yang selama ini dikampanyekan sebagai saluran aspirasi rakyat, mudah-mudhan tidak menjadi Cotton bad-nya para Petinggi di Republik. Kita tunggu saja, kapan muara dari semua ini.  Yang pasti, Pak SBY sedang sibuk memikirkan NII, Korupsi tiada berujung, ulah teroris, hutang Republik yang kian menumpuk, bencana dimana-mana…
Suara kita semua adalah suara yang telah keluar dari hidden hystorinya Indonesia. Kita tetap bersuara menatap masa depan, bodik ita feto renu, bodik ita mane renu, bodik ita hutun sia, bodik ita warak sia. Kanoin hodi haneon, lia nia dei,  karohan ba ne’e na – Kaninin ba ne’e na.
Blok Motabuik, 26 Mei 2011.

PrivateSchollExam

How To Recondition Old Batteries And Save $$$"

Quicky & Easily to Learn Anatomy and Physiology