Tuesday, February 22, 2011

Merdeka!... dan Atambua Bermazmur


Lazimnya kata ini terdengar di forum tertentu, atau di bulan Agustus menjelang peringatan hari kemerdekaan. Tapi sore tadi, kata itu meluncur saja dari Samudera; keponakanku yang berusia 2 tahun empat bulan, saat aku sengaja mengambil gambarnya.

Itu hanya satu sisi dari sore tadi, yang memang ada momen penting di Kota Atambua. Kurang lebih 32 remaja dan 32 orang dewasa lomba kuatnya kerongkongan, olah vokal dan penampilan dalam lomba nyanyi Atambua Bermazmur. Semua peserta lomba tidak sendirian, mereka datang dengan masing-masing keluarga untuk memberi semangat, penus sesak sampai ke sudut-sudut gedung Romei.


Atambua Bermazmur; judul besar di latar panggung. Dua kata pendek penuh makna. Rasa-rasanya memang begitu, menghibur dikala duka melanda bangsa. Menguatkan hati banyak orang ketika inflasi seperti tidak berujung. Memberi harap ketika putus asa anak bangsa bertebaran dimana-mana. Berbagi tentram ketika damai tenang terasa mahal di negeri ini….

Semua orang bergembira dalam bermazmur; bahwa soal kalah menang itu soal nanti. Lumrah dalam suatu perlombaan; banyak yang terpanggil untuk menyanyi, tapi hanya akan ada 4 orang yang terpilih untuk masuk rekaman di Jakarta. Apa boleh buat!

Bermazmur; memuji Kerahiman-Nya; atas rahmat kemerdekaan, untuk sebuah rasa syukur ketika melihat remaja dan orang dewasa bernyanyi dengan merdekanya. (meski beberapa masih gugup alias demam panggung)…tapi itu tidak lebih penting dari ekpresinya, semua bermazmur.

Lihat Samudera yang tadi sore teriak “Merdeka!”, aku ingat Adof, Melania, Wanda, Juan, Penelope dan jutaan anak-anak lainnya yang sudah bertumbuh…
Hmmm, berani dan kuatlah!, latihlah kerongkongan kalian agar kuat, seperti pesan Bung Karno yang mengajarkan bangsa ini agar selalu “Kuat kerongkongannya”; melawan penindasan dan penghisapan manusia Indonesia terhadap manusia Indonesia sendiri, lawanlah ketidakadilan dan kekerasan.
Lakukan itu, jika tiba waktumu. Barangkali saja nasib bangsa ini jauh lebih baik… dan kami akan mendidik kalian dengan sabar. Mengapa begitu? Lihatlah di luar sana… Kita ini bangsa Merdeka, tapi masih banyak nasib orang-orang kita yang belum merdeka. Dan soal belum merdeka itu seperti apa, kalian akan belajar memahaminya, segera nanti.

Semoga kalian, tidak lagi berkeluh kesah atas nyanyian rakyat yang sendirian menghadapi perlombaan hidup, seperti sepenggal bait ini;

“Kami ini puisi...
Pada Bait yang mengalir di celah bebatuan
Lalu menguap terhempas udara kemerdekaan
Pada panas setengah mentari,
Meski senduku hangat merayap bertahan
Lama dalam sendiri meratap langit
Teriakku lenyap di batin…
Wahai Nusa… oh Nusa… kami salah apa?“

Tulisan ini ibarat sebuah nyanyian, ada improvisasi yang tak luput nada sumbangnya.. tapi nyanyian tetaplah sebuah nyanyian. Di perlombaan hidup yang sesunguhnya, situasi negeri saat ini barangkali lebih banyak nada sumbangnya.

Betatapun itu, kita akan terus Bermazmur, dari Atambua dan keseluruh sayap negeri, agar selamat bangsa ini. Terima kasih untuk teman-teman panitia Lomba Nyanyi Atambua Bermazmur, sukses dan Tuhan memberkati.

Dalam sendiri menulis ini; entah kenapa, aku tiba-tiba merasa tidak berguna… dan tentang perasaan yang macam begini, sepertinya hanya Tuhan yang tahu. (Karena Editorial di Metro TV bertajuk “Krisis beras”!, Indonesia menjadi Negara pengi}por beras terbesar di dunia)
Hampir pagi di Atambua…, Dalam doa penuh harap, "Lekaslah sembuh my brave and lovely Son"!

PrivateSchollExam

How To Recondition Old Batteries And Save $$$"

Quicky & Easily to Learn Anatomy and Physiology