Wednesday, August 5, 2009
“Tempat Tidur” juga cita-cita !
Kalimat pendek itu terungkap kemarin sore, 4 Agustus 2009. Bersama karibku, diskusi banyak hal dari mulai eksistensi LSM di Belu sampai dengan urusan para donatur, masalah sosial, politik.. yah.. macam-macam.
Saat diskusi masuk ke aplikasi program komputer, kami lantas bergegas menyiapkan perangkatnya mulai dari Monitor, CPU, Mouse, Keyboard yang memang paginya diungsikan ke kamarku karena sedang ada kegiatan pembersihan di ruang tengah, tempat biasanya komputer mangkal.
Begitu melihat kamarku, komentar pertama karibku meluncur lugas, begini katanya ;
“Dari bentuk tempat tidur, sepertinya sudah saatnya untuk tidak hidup sendiri he.. ! saya hanya tersenyum. Maklum kami sama-sama masih alone, situasinya persis seperti kata Oppie Andaresta, “I’am single and very happy”...
Mulai dari alas koran, tikar, balai bambu, bangku, papan, spon, karpet, permadani, kursi sofa, media pasir, atau apapun sebutannya, fungsi lazimnya dipakai untuk tidur. Meski, dalam tidur, orang sering tidak benar-benar tidur. Sebagian mungkin serius tidur.
Tidur bukan sekedar rutinitas, karena kebiasaan, tapi setiap orang butuh.
Tidur penting untuk kesehatan, lahir bathin. Selain karena badan juga butuh istirahat, otak dan bathin sering ikut-ikutan istirahat saat tidur. Jadi kalau bukan cita-cita, apa namanya? Tidur itu sebuah kemestian, yang penting bukan tidur panjang. Karena jenis yang satu ini, urusannya abadi alias selama-lamanya, tidak bangun-bangun lagi.
Yang sering jadi soal barangkali tempatnya. Boleh jadi, orang bisa salah kaprah menggunakan “tempat” untuk tidur.
Di bangku bis, emper toko, ada orang mengantuk dan bisa tertidur, dan banyak tempat lainnya yang sering jadi “korban” orang yang lagi ngantuk untuk tidur. Tapi tidak apa, begitu tidur, segala persoalan di muka bumi ini, lenyap seketika. Bahwa begitu bangun, orang akan pening lagi karena ada banyak masalah, itu urusan belakangan.
Kawanku lantas nyelutuk lagi, “yah...dari sana juga biasanya kehidupan dimulai.. kami lantas tertawa bersama.. dan saya tidak berniat untuk membahasnya, karena kami berdua saling memahami jalan pikiran selanjutnya. Dan boleh jadi, pembacapun memakluminya sambil tersenyum diam-diam. Blok M (Motabuik), 4 Agustus 2009. Makasih Wain Reu Jack.