Puluhan pasukan sipil bergerak dinamis membentuk formasi barisan, melaju pasti di sepanjang jalan besar di Kota Atambua, Finish di Lapangan Umum Atambua.
Masyarakat menonton dengan caranya sendiri. Seperti tidak mau kalah, mereka juga membentuk barisan tidak formal di pinggir-pinggir jalan. Sambil berteriak menyoraki setiap kontingen yang lewat di depan mereka.
Banyak diantara para penonton kita adalah para ibu-ibu yang memandang dengan senyum lebar, bangga. Tapi sorot mata mereka seperti harap-harap cemas; memastikan anak-anak mereka berada diantara barisan-barisan.
Mars Hari Merdeka dan lagu puja-puji negeri menjadi milik sore ini. Dari mulut anak-anak tidak lagi keluar nyanyian gita cinta yang sedang populer belakangan ini. Sorak-sorai seperti tidak berhenti. Hmmmm, semangat 45 yang hidup ditahun 2009. Mereka semua anak sekolah, tidak ada pasukan khusus yang berasal dari barisan anak penjual asongan. Padahal, kalau anak-anak penjual asongan ikut juga, mungkin bisa jadi meriah, potret generasi kita.
Ini bukan pemandangan baru setiap Bulan Agustus. Tiap tahun, perlombaan gerak jalan, mulai dari anak-anak SD, SMP, SMU, para ibu, Pemuda dan Para Bapak, TNI, Polri karyawan swasta, orang kantoran; semuanya ambil bagian dari hajatan ini. Mungkin di luar sana, ada yang masih ragu, apakah ini hanya sebuah formalitaskah? Mungkin juga tidak. Karena untuk kesuksesan urusan lomba yang satu ini, orang mempersiapkannya sebaik mungkin.
Sekitar dua atau tiga minggu yang lalu, sudah ada pemandangan seperti itu sebelumnya, banyak pasukan sipil berseliweran di jalan-jalan besar sampai ke gang-gang rumah penduduk. Biasalah, mereka semua latihan supaya bisa juara ketika lomba dilangsungkan. Itu buah dari harga sebuah kemerdekaan. Meski banyak cita-cita kemerdekaan yang belum terpenuhi, namun setidaknya kehidupan masih berjalan dan generasi kita masih terus tetap bertumbuh, berkembang dialur sejarahnya masing-masing.
Kemerdekaan yang memberikan harapan buat semua anak bangsa untuk tetap bekerja keras, disiplin, dan tertib membangun hidup yang lebih berkualitas, secara fisik dan batin. Memang, begitu banyaknya persoalan yang belum selesai, tidak harus membuat kita berbangga ria dengan status “negara sedang berkembang” ; tetapi dengan meminjam semangat anak-anak dalam lomba gerak jalan sore itu, kita akan terus maju.
17 Agustus 2009 masih kurang 4 hari lagi. Kita semua menyambut Dirgahayu NKRI dengan syukur dan gembira. Dan mudah-mudahan, Alam kemerdekaan ini, semoga tidak menjadi sebuah fakta bahwa harapan puluhan juta orang miskin dan tertinggal di Indonesia hidup dalam bayangan dan cita-cita hampa, seperti sebuah kemerdekaan yang terhempas ke semak sejarah.
Tetapi hari Merdeka untuk Nusa; setiap jengkal tanah dan air kita dan Bangsa; manusia Indonesia.
Eng di Atambua, 13 Agustus 2009
Masyarakat menonton dengan caranya sendiri. Seperti tidak mau kalah, mereka juga membentuk barisan tidak formal di pinggir-pinggir jalan. Sambil berteriak menyoraki setiap kontingen yang lewat di depan mereka.
Banyak diantara para penonton kita adalah para ibu-ibu yang memandang dengan senyum lebar, bangga. Tapi sorot mata mereka seperti harap-harap cemas; memastikan anak-anak mereka berada diantara barisan-barisan.
Mars Hari Merdeka dan lagu puja-puji negeri menjadi milik sore ini. Dari mulut anak-anak tidak lagi keluar nyanyian gita cinta yang sedang populer belakangan ini. Sorak-sorai seperti tidak berhenti. Hmmmm, semangat 45 yang hidup ditahun 2009. Mereka semua anak sekolah, tidak ada pasukan khusus yang berasal dari barisan anak penjual asongan. Padahal, kalau anak-anak penjual asongan ikut juga, mungkin bisa jadi meriah, potret generasi kita.
Ini bukan pemandangan baru setiap Bulan Agustus. Tiap tahun, perlombaan gerak jalan, mulai dari anak-anak SD, SMP, SMU, para ibu, Pemuda dan Para Bapak, TNI, Polri karyawan swasta, orang kantoran; semuanya ambil bagian dari hajatan ini. Mungkin di luar sana, ada yang masih ragu, apakah ini hanya sebuah formalitaskah? Mungkin juga tidak. Karena untuk kesuksesan urusan lomba yang satu ini, orang mempersiapkannya sebaik mungkin.
Sekitar dua atau tiga minggu yang lalu, sudah ada pemandangan seperti itu sebelumnya, banyak pasukan sipil berseliweran di jalan-jalan besar sampai ke gang-gang rumah penduduk. Biasalah, mereka semua latihan supaya bisa juara ketika lomba dilangsungkan. Itu buah dari harga sebuah kemerdekaan. Meski banyak cita-cita kemerdekaan yang belum terpenuhi, namun setidaknya kehidupan masih berjalan dan generasi kita masih terus tetap bertumbuh, berkembang dialur sejarahnya masing-masing.
Kemerdekaan yang memberikan harapan buat semua anak bangsa untuk tetap bekerja keras, disiplin, dan tertib membangun hidup yang lebih berkualitas, secara fisik dan batin. Memang, begitu banyaknya persoalan yang belum selesai, tidak harus membuat kita berbangga ria dengan status “negara sedang berkembang” ; tetapi dengan meminjam semangat anak-anak dalam lomba gerak jalan sore itu, kita akan terus maju.
17 Agustus 2009 masih kurang 4 hari lagi. Kita semua menyambut Dirgahayu NKRI dengan syukur dan gembira. Dan mudah-mudahan, Alam kemerdekaan ini, semoga tidak menjadi sebuah fakta bahwa harapan puluhan juta orang miskin dan tertinggal di Indonesia hidup dalam bayangan dan cita-cita hampa, seperti sebuah kemerdekaan yang terhempas ke semak sejarah.
Tetapi hari Merdeka untuk Nusa; setiap jengkal tanah dan air kita dan Bangsa; manusia Indonesia.
Eng di Atambua, 13 Agustus 2009