Tuesday, July 10, 2012

Jokowi Untuk Jakarta, dan Jakarta untuk Indonesia

Tahun 1985, Jakarta aku kenal pertama kali dari mata pelajaran PSPB masa SD dulu. Setelah di SMP, ingatanku tentang Jakarta cuma seperti bayangan kelam usai mendengar dengan setengah mengerti nyanyian Iwan Fals di lagunya Kontrasmu Bisu. Lalu, Kota ini makin aku kenal setelah di bangku SMA. 
Jakarta, Ibu Kota Negara, Pusat Pemerintahan, salah satu kota dengan pusat perputaran uang, sumbunya ekonomi asia jaman itu, dan segala macam corak kehidupan ada disana. Rasanya kepingin datang ke sana, tapi harus tertahan karena kurang mampu.  

Pertengahan Februari 1997; masih di masa kuliah, impian itu akhirnya terwujud. Untuk pertama kalinya, aku menginjakkan kaki di Jakarta, setelah 24 jam menumpang bus Karina dari terminal Ubud-Bali. Lumayanlah, bisa lihat Pulau Bali dan separuhnya Jawa dalam sekali jalan. Meski itu cuma dari balik jendela kaca bus. Terminal Rawamangun adalah tempat pertama yang aku lihat. Setelah 2 bulan tinggal disana, referensiku bertambah. Jakarta tempat gedung-gedung tinggi, Macet, mendung polusi, kaum miskin kota, banjir yang sering mengepung dan masih banyak lagi. Lebih dari satu dekade, situasinya belum juga berubah. Bulan kemarin aku pulang kampung, masih menumpang Damri dari terminal yang sama menuju Cengkareng.

Jakarta beberapa bulan terakhir ini menyita perhatian banyak orang dengan agenda PILKADA Gubernur dan Wakil Gubernur DKI. 11 Juli 2012 nanti, sekitar 6.962.348 warga Jakarta akan memilih satu dari Enam Paket yang masing-masingnya memiliki kualifikasi dan kapasitas yang hebat. Tercatat; 4 paket diusung melalui dukungan partai politik, 2 paket lainnya memakai jalur dukungan perseorangan. Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli, Mayjen (purn) H. Hendardji Soepandji dan Ir. H. Ahmad Riza Patria, MBA, Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini, Faisal Basri dan Biem T. Benyamin, Letjen Tni Purn. H. Nono Sampono; mereka cukup terkenal di area nasional.  

Ibarat magnit, pesona dan tantangan Jakarta mampu menarik kandidat dari luar Jakarta untuk ikut bertarung, bikin PILKADA DKI tambah unik.
Sebut saja, Alex Noerdin; Bupati 2 periode di Kabupaten Musi Banyuasin, dan tahun 2008 terpilih menjadi Gubernur Sumatera Selatan. Ada juga Basuki Tjahaja Purnama, Anggota DPR RI yang pernah menjadi Bupati Belitung Timur. Tidak ketinggalan, Joko Widodo, Walikota Solo 2 periode yang akrab disapa Jokowi itupun turun gunung.  

Bermodalkan segudang pengalaman membangun Solo, Jokowi serius bertarung. Beberapa catatan berupa dukungan tentang dirinya pun mengalir dari mana-mana. Di Solo tahun 2010 lalu, Jokowi dan FX Hady Rudyatmo meraup 90,09 persen suara, hanya kalah 1 TPS dari 931 TPS yang ada. Pilkada itu menjadikan Solo sebagai daerah dengan tingkat partisipasi pemilih tertingi di Jawa Tengah. Pengakuan warga Solo, mereka memang mencintai Jokowi karena Visioner dan rendah hati. Dari cara Dia memimpin, terlihat kemampuannya memajukan dan menjadikan Solo menemukan kembali jadi diri sebagai Kota Budaya. 
Jokowi memimpin dengan hati. Melalui jalan dialog, Dia membuktikan cara mengurusi Pedagang Kaki Lima; karena itu Solo tidak tersentuh yang namanya ricuh. Padahal di Indonesia, untuk urusan PKL; ricuh sudah lazim jadi menu utama saat beradu dengan Satpol PP. Cara Jokowi mengelola Solo, menghapus kekuatiran banyak orang tentang Solo yang dianggap sering gampang meledak.  

Tidak berhenti sampai di situ, Jokowi berhasil memadukan beberapa sektor sekaligus. Sektor pariwisata dipadukan dengan sektor ekonomi, Budaya, Tata Kota, keamanan kota sampai teknologi. Alhasil, warga dari kalangan menengah ke bawah diberikan ruang usaha, produk kerajinan rumah dan kuliner meningkat, ada karnaval budaya dan semua itu menyebabkan investasi bertambah. Dia mampu memotivasi dan membantu anak-anak SMK untuk merakit mobil sendiri bernama Esemka; mobil yang menurutnya lebih berkarakter Indonesia.  

Dari sikapnya yang lugas dan terbuka, penampilan sederhana dan rendah hati membuatnya akrab dengan kaum jurnalis. Ia bahkan masih meluangkan waktu bercengkerama dengan orang lain di dunia maya. Tidak heran, Jokowi dikenal sebagai walikota fesbuker.  
Baru-baru ini, dirinya menjadi nominator walikota terbaik dunia hasil survey The City Mayors Foundation, Jokowi masuk dalam lima besar kandidat wali kota terbaik yang mewakili Asia. Media Tempo Online edisi Rabu, 20 Juni 2012 merilis ucapan Jokowi begini; 'Saya hanya bisa bersykur dan ingin terus bekerja melayani masyarakat. Kalau masyarakat menilai baik, silakan. Kalau masyarakat menilai buruk, silakan. Yang penting saya bekerja,". Bahwa apakah itu merupakan nilai tambah untuk bersaing di ajang Pemilihan Gubernur DKI 2012?, Jokowi menjawab, "Terserah masyarakat Jakarta yang menilai. Sekali lagi saya hanya ingin bekerja, mengabdi kepada rakyat,".
Sekedar info, The City Mayors Foundation adalah lembaga think tank internasional untuk pemerintah daerah yang berpusat di London, Inggris, mulai memberikan Penghargaan sejak tahun 2004. Yayasan ini mengundang masyarakat dunia untuk memberikan suara atau dukungan mereka dalam survei ini. Pilihan yang bisa diberikan langsung melalui laman worldmayor.com ini harus disertai dengan komentar mengapa mereka memilih kandidat tersebut. Dan panitia akan memilih pemenang utama dengan dua pemenang runner-up.  

Jakarta Baru, kota modern yang tertata rapi dan manusiawi, dengan kepemimpinan dan pemerintahan yang bersih dan melayani”. Itu visi Jokowi dan Ahok. Visi yang tidak muluk-muluk itu setidaknya mewakili cita-cita dan harapan banyak orang yang tinggal di Jakarta dan hampir semua orang Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa hal yang akan dikerjakannnya bersama Ahok jika terpilih nanti; 1) Mewujudkan Jakarta sebagai kota modern yang tertata rapi serta konsisten dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. 2) Menjadikan Jakarta sebagai kota yang bebas dari masalah-masalah menahun seperti macet, banjir, pemukiman kumuh, sampah dan lain-lain. 3) Menjamin ketersediaan hunian dan ruang publik yang layak serta terjangkau bagi warga kota dan ketersediaan pelayanan kesehatan yang gratis sampai rawat inap dan pendidikan yang berkualitas secara gratis selama12 tahun untuk warga Jakarta. 4) Membangun budaya masyarakat perkotaan yang toleran, tetapi juga sekaligus memiliki kesadaran dalam memelihara kota. 5) Membangun pemerintahan yang bersih dan transparan serta berorientasi pada pelayanan publik.
Jakarta menjadi penting karena hingga detik ini, yang namanya urusan APBN, APBD I dan APBD II, BIMTEK, Konsultasi Daerah, Urusan Luar Negeri, Agama, Politik, Ekonomi, Keamanan Nasional, dan urusan macam-macam lainnya; memang aslinya ada di Jakarta.  

Orang seperti Jokowi sepertinya bisa mengatasi amukan Dahlan Iskan di jalan tol, atau memenuhi kepedihan Nakara Ta dalam 5 menit di Raden Saleh. Aku yakin, Dia bisa mengobati kerinduan kita semua, rakyat di bangsa ini untuk melihat Jakarta lebih manusiawi, karena Jakarta adalah simbol negeri kita. Kota Proklamasi, kebanggaan rakyat Indonesia. Kota yang sejak jaman Batavia sampai dunia kiamat nanti, akan setia menampung, memberi ruang untuk mempersatukan tali rasa ke-Indonesiaan kita di tengah Nasionalisme yang mulai pupus terhantam ego kelompok atas nama status sosial, kelas ekonomi, beda agama dan golongan. Jokowi, satu dari sekian Pemimpin, Nasionalis sejati yang bisa memulihkan itu semua dengan kerja keras dalam semangat rendah hati.  

Barangkali dari Solo, Pasak Bumi di Jawa Tengah yang kental dengan kehidupan budaya merambah dan merasuki Jakarta dengan roh perubahan. Bila kita sungguh memperhatikan dan memahami perkataan Bung Karno tentang Trisakti; kita bisa sepakat bahwa semangat untuk kembali membangun negeri yang dimulai dari memperbaiki, menata ulang serta mengelola secara lebih manusiawi kota Jakarta, menjadi gambaran eksisnya jati diri sebagai orang Indonesia yang memiliki kepribadian yang berbudaya. 

Jakarta di masa depan, mudah-mudahan dapat kembali menampakkan wajah Indonesia yang sesungguhnya; yang ramah bersahabat, bukannya cuek. Yang bergotong royong dan bukan individualis; yang sejuk dan biru langitnya, bukannya mendung polusi dan panas membakar; yang tertib, rapi dan santun di jalan, bukannya macet semrawut; dan nyaman tanpa banjir; yang mampu terus melahirkan sejarah dan bukannya menjarah. Jakarta menjadi sumber harapan, tempat tinggal yang nyaman bagi para petinggi dalam memutuskan segala perkara untuk membangun Republik ini.  Intinya mampu memberi ruang bagi segala yang hidup secara lebih pantas, terutama manusianya. Kota yang dengan nadi dan nafasnya mampu menjadikan orang-orang yang tinggal disana sadar, bahwa mereka juga punya banyak kesempatan menjadi perkakas-Nya Tuhan. 

Jokowi untuk Jakarta, dan Jakarta untuk Indonesia. Semoga terpilih. 
Blok Motabuik, 9 Juli 2012

PrivateSchollExam

How To Recondition Old Batteries And Save $$$"

Quicky & Easily to Learn Anatomy and Physiology